Morowali, Morindonews.co.id – Kepala Kantor ATR/BPN Kabupaten Morowali, H. Muhammad Naim, S.Sit, MH kepada media ini mengungkapkan kekagetannya mendengar aksi jual-beli tanah APL di Desa Solonsa.
“Dalam konsep Reforma Agraria, sebidang tanah APL diberikan kepada masyarakat yang tidak memiliki lahan sehingga pemberian lahan itu bisa dimanfaatkan untuk lebih mensejahterakan masyarakat itu sendiri, dan hanya satu hal yang tidak bisa dilakukan masyarakat terhadap tanah itu, yakni tidak boleh dijual.” Ungkap Muh. Naim tegas.
Selain itu, Kepala Kantor Pertanahan Morowali itu juga mengingat pesan yang disampaikan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulteng yang meminta para Kepala Desa untuk tidak mudah mengeluarkan Surat Keterangan Tanah (SKT), sebab rentan disalahgunakan oleh oknum Kepala Desa.
Diketahui, terdapat temuan aksi penjualan tanah Areal Penggunaan Lain (APL) oleh Aparat Desa Solonsa. Terkait itu, seorang warga Solonsa menanggapi hal itu dan minta identitasnya dilindungi.
Dalam tanggapannya, warga Solonsa tersebut mengungkapkan kronologis beberapa transaksi jual beli yang dinilai jelas menabrak aturan undang-undang agraria itu.
“Ada penjualan tanah yang pertama dan itu pas di bulan ramadhan di tahun 2023 ini. Yah sebelum di adakan pilkades,” kata Sumber itu mengawali keterangannya, Rabu (15/11/23).
Penjualan tanah APL yang pertama seluas 34.500 meter persegi, dengan harganya Rp20 ribu/meter memang benar adanya, 3 orang aparat desa yakni Marhun anggota BPD Desa Solonsa seluas 16.500 meter persegi, Sarifudin Kaur Pemerintahan Desa Solonsa seluas12.000 meter persegi, dan Narsito Anggota BPD Desa Solonsa seluas 6.000 meter persegi,” ucapnya tegas.
Selanjutnya ia menambahkan penjualan kedua seluas 4.800 meter persegi, antara Marhun (Pihak Pertama) anggota BPD Solonsa dan salah satu Karyawan PT Kurnia Degess Raptama bernama Then Tasmin (Pihak Kedua).
“Namun setelah diteliti ada perbedaan pada pihak Kedua di lembar halaman kolom tanda-tangan, yang mana yang bertanda-tangan diatas Materai pada lembaran itu tercatat PT. Mahkota Mineral Mining (PT.MMM), bukan lagi atas nama Then Tasmin karyawan PT. Kurnia Degess Raptama.” Ungkapnya lagi.
Oleh sebab itu ia merasa ada yang tidak beres dalam proses beberapa transaksi itu. Misalnya pada peristiwa dugaan penjualan jalan tani untuk masyarakat yang memiliki kebun disekitar areal pertambangan beberapa perusahaan tambang.
“Jalan tani itupun diduga dijual ke PT. MMM, padahal jalan itu khusus dibuat untuk petani beraktifitas dan kini setelah jadi milik PT.MMM, jelas para petani tidak dapat dengan mudah mengakses lokasi kebunnya. Termasuk bagi semua perusahaan tambang yang lain, jelas jika ingin melewati akses jalan itu, harus sepakat membayar Vie kepada PT.MMM, sehingga jelas sangat menguntungkan PT.MMM,” urai Sumber.
Kemudian pada penjualan ketiga, lanjut dia lagi, seingatnya, sebelum tanggal 9 September 2023 (pembagian dana kompensasi dari PT Kurnia Degess Raptama sebesar Rp1.346.750.000), dirinya mengingat ada pertemuan dengan pihak perusahaan (PT Kurnia Degess Raptama) di Kantor Desa Solonsa.