Investigasi Lahan APL di Desa Bahodopi, Saber Korupsi Temukan Dugaan Keterlibatan Kepala Desa dan Mafia Tanah

Morowali, Morindonews.co.id – Hasil investigasi Tim Saber Korupsi di Desa Bahodopi Kecamatan Bahodopi Kabupaten Morowali terkait adanya penjualan lahan APL yang diduga melibat Kepala Desa dan para Mafia Tanah semakin meruncing.

Kecurigaan adanya praktik korupsi atau tindak pidana lain dari investigasi ini berawal dari adanya Surat Keterangan Penguasaan Tanah (SKPT) yang secara keseluruhan seluas 420 Ha. Namun sesuai jumlah blanko Pajak luasan sebenarnya diperoleh jumlah yang berbeda yakni 496Ha, sehingga selebihnya tanah seluas 76 Ha diduga digelapkan untuk memperoleh Keuntungan mencapai Mliliaran Rupiah.

Hal tersebut dibeberkan Ketua Umum DPP Saber Korupsi Hisam Kaimuddin, Selasa (10/09/2024).

Hisam menuturkan, Informasi yang diperoleh Saber Korupsi, tanah ini diduga dijual ke kelompok atau Tim yang diduga selaku Mafia Tanah seharga Rp. 15.000,00.- (Lima Belas Ribu Rupih) permeter, yang kemudian setelah proses pembayaran sudah selesai, Tim tersebut melakukan penjualan lagi ke pihak perusahaan pemiik Ijin Usaha Pertambangan (IUP).

“Dari hasil penjualan lahan APL itu, pihak Kepala Desa Bahodopi disinyalir telah memperoleh keuntungan mencapai Rp.11.400.000.000,- (Sebelas Miliar Empat Ratus juta Rupiah) dari luas tanah 496 Ha.” Tegasnya

Bahkan tidak hanya itu, selain ada dugaan penggelapan lahan seluas 76 Ha, pembayaran ke masyarakat yang pada awalnya telah disepakati seharga Rp. 15.000/meter, Diduga dilakukan potongan sebesar Rp. 2.000 (Dua Ribu Rupiah) permeter, sehingga dalam 1 Ha Kepala Desa di diduga memeperoleh keuntungan sebesar Rp. 20.000.000. (Dua Puluh Juta Rupiah) perhektar.

“Jika benar demikian yang diterima oleh Masyarakat seharusnya Rp. 150.000.000. (Seratus lima puluh juta rupiah) perhektar, namun hanya Rp. 130.000.000. (Seratus Tiga Puluh Juta Rupiah) per hektarnya.” Tambah Ketum Saber Korupsi itu.

Total hasil keuantungan Kepala Desa dari pembuatan SKPT yang diduga dilakukan secara melawan hukum tersebut lanjut Hisam mencapai Rp. 9.920.000.000. (Sembilan Miliar Sembilan Ratus Dua Puluh Juta Rupiah) dari luas hutan 196 Ha.

Dalam keterangan beberapa orang saksi (yang ditemui Saber Korupsi), lokasi tanah APL yang dijual tahun 2022 tersebut berada dalam kawasan Hutan dan berada dalam wilayah ijin usaha pertambangan (IUP) yang seharusnya Perusahaan selaku badan hukum mengajukan Ijin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), bukan lagi dalam bentuk permohonan penurunan status dari hutan kawasan HP, HPT, HPK menjadi lahan APL.

Kecuali lokasi tersebut masuk dalam Kawasan Hutan Lindung (HL), barulah proses pemanfaatannya melalui permohonan penurunan status kawasan Hutan Lindung menjadi HP,HPT atau HPK, lalu diajukan permohonan Ijin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH).

Namun fakta dilapangan bahwa, Tim atau sekelompok orang yang disinyalir sebagai mafia tanah yang diduga melibatkan oknum aparat Pemerintah Desa dan Kecamatan, diduga dengan sengaja dan secara melawan hukum melakukan cara atau modus penurunan status Kawasan hutan menjadi hutan APL, lalu dibuatkan SKPT dan dijual ke penadah tanah lalu dijual ke Perusahaan atau kepada pihak Asing yang hendak investasi di wilayah Kecamatan Bahodopi.

Sebab menurut Ketum Saber Korupsi Hisam Kaimaudin, seharusnya, jika lahan yang diajukan untuk permohonan penurunan status hutan kawasan menjadi Hutan APL peruntukkannya adalah menjadi lahan Pertanian atau perkebunan sebagaimana dalam permohonan dan alasan pengajuan penurunan hutan kawasan menjadi APL.

Namun faktanya, tanah yg sudah menjadi tanah APL tersebut oleh para Calo dan atau mafia tanah diduga menjual tanah tersebut ke Perusahaan tambang atau kepada pihak Asing yang hendak membangun kawasan industry baru.

Padahal tambah Hisam, dalam Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria, dinyatakan bahwa terdapat hak-hak atas tanah antara lain: Hak milik, hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak sewa, Hak Membuka tanah, dan Hak memungut hasil hutan.

“Terkait dengan pasal tersebut diatas, apakah status hak kepemilikan warga yang dibuatkan SKPT sudah sesuai ketentuan perundang-uandangan yang berlaku dan benarkah tanah tersebut telah dimanfaatkan sebagai lahan
pertanian dan perkebunan sejak lama, kan tidak seperti itu.” Jelasnya.

Sebelumnya, Ketum DPP Saber Korupsi itu juga sudah mengkonfirmasi Kepala Desa Bahodopi dan mempertanyakan apa benar adanya hutan atau tanah yang dibuatkan SKPT oleh Kepala Desa Bahodopi dan penyerahannya diketahui oleh Camat Bahodopi itu telah ditetapkan sebagai hutan APL,.

“Kami sempat menanyakan hal tersebut dan jika menurut mereka itu benar, maka saya meminta kepada Kepala Desa Bahodopi untuk menunjukkan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan atau Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK).” Ungkapnya.

Sebab kata Hisam, Hutan APL diperuntukkan bagi pembangunan dan kegiatan non kehutanan. Hutan APL dapat berfungsi sebagai penyangga lingkungan dan sumber ekonomi masyarakat setempat.

Oleh sebab itu Hisam juga menduga telah terjadi penerbitan Surat Tanah diduga surat tanah palsu berisikan keterangan bohong dan bisa di Pidana sebagaimana disebutkan dalam Pasal 263 KUHP, Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutan, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak palsu , diancam Jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan
pidana penjara paling lama enam tahun.

Hasil temuan dari investigasi ini juga telah kami koordinasikan kepada pihak Polda dan Kejaksaan Tinggi serta akan kami teruskan ke KPK RI untuk ditindak lanjuti secara tuntas.

Sementara itu, Kepala Desa Bahodopi Bakri, S.Sos menampik tudingan tersebut dan mengatakan jika ingin data yang benar silahkan datang langsung dan pertanyakan kepada masyarakat.

“Mohon maaf Pak saya tidakk bisa jawab kalau tidak dengan masyarakat, biar data tidak bias atau kabur. Karena ada beberapa pertanyaan bukan saya yang mau jawab ada pihak-pihak yang lain yang pantas untuk menjawab.” Tulis Bakri via pesan WhatsAppnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *