Dua Akses Jalan ke PT.CPM Ditutup masyarakat, Ini Tuntutan Masyarakat

Agus Salim Walahi, tokoh masyarakat Poboya, juga menyampaikan bahwa konflik di PT CPM sangat kompleks, mulai dari persoalan lingkungan, kawasan taman, hutan raya (Tahura), hingga tambang rakyat.


“Selama ini masyarakat kami dicap sebagai penambang ilegal karena tidak pernah dilegalkan,” ungkapnya.
Agus membandingkan kondisi Poboya dengan daerah lain seperti Parigi Moutong yang sudah mendapatkan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR), sementara Poboya belum.


“Banyak tanah kami diambil paksa dan dibayar dengan harga murah, hanya berdasarkan kerohiman yang ditentukan sepihak oleh perusahaan,” tambahnya.
Agus menilai pembebasan lahan dilakukan secara sistematis dan masif, bahkan menyebut PT CPM melalui BRMS telah menguasai sekitar 1.600 hektare lahan tanpa memberi sedikit pun kepada masyarakat untuk dikelola sebagai tambang rakyat.


“Banyak warga kami dikriminalisasi saat memperjuangkan haknya,” tegasnya.
Ia menekankan bahwa warga tidak menolak investasi, namun mereka juga harus diberdayakan. “Tambang rakyat harus diberikan, dan konflik lahan harus diselesaikan dengan harga layak,” ujarnya.


Agus juga mengeluhkan pembatasan akses ke kebun warga akibat keberadaan pos-pos perusahaan.b“Warga ingin ke kebun saja harus melewati pos, ini sangat menyulitkan,” tutup Agus Walahi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *