morindonews.com., Palu – Jika yang dipersoalkan partisipasi pemilih rendah, maka besar kemungkinan rencana gugatan pasangan calon (Paslon) Gubernur dan Wakil Gubernur nomor urut 1, Ahmad Ali – Abdul Karim Al Jufri yang bertagline BERAMAL “tidak akan dikabulkan atau ditolak” oleh Mahkama Konstitusi (MK).
Hal ini dikatakan mantan komisioner komisi pemilihan umum (KPU) provinsi Sulawesi Tengah Dr.Naharuddin, SH, MH menjawab media ini Jum’at malam (13/12-2024) via chat di whatsAppnya.
Menurutnya Hakim mahkama konstitusi (MK), selama ini jika tidak ada pelanggaran yang secara signifikan mempengaruhi selisih suara, maka MK jarang mengenyampingkan syarat ambang batas.
“Syarat formal pengajuan sengketa di MK adalah selisih hasil perolehan suara. Namun dalam praktek, hakim MK dapat mengenyampingkan syarat formal ambang batas,”jelas akademisi Untad Palu itu.
Naharuddi menegaskan selama ini dalam prakteknya, putusan MK tidak pernah membatalkan hasil pemilu, karena rendahnya partisipasi pemilih.
Sementara itu pengamat politik dan kebijakan publik, Prof Slamet Riady Cante, yang dimintai pendapatnya mengatakan dalam undang – undang pilkada no 10 tahun 2016 pasal 158 dijelaskan bahwa persentase selisih suara yang dapat diajukan ke MK yang merupakan bagian dari sengketa pilkada diatur berdasarkan jumlah penduduk, seperti antara lain untuk Pilgub apabila jumlah penduduknya antara 2 juta- 6 juta maksimal selisih suara 1,5 persen.
“Kemudian untuk konteks Pilgub Sulteng jika selisih suara 7 persen antara 01 dan 02 dan dikaitkan dengan undang – undang pilkada, maka kemungkinan mengalami kesulitan untuk diakomodir oleh MK,”ujar Prof Slamet.
Kata Guru besar Untad itu, MK cenderung fokus menangani persentase selisih suara bukan partisipasi pemilih.
“Tingkat partisipasi pemilih yang relatif rendah di banding pilpres dan pileg, dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain; interval waktu antara pilpres dan pilkada sangat berdekatan, sehingga kemungkinan muncul kejenuhan politik bagi masyarakat,”tandas Prof Slamet.